SEMAPUT DALAM DIRI #12
Saturday, August 18, 2018
Erna dan Bu Rika berjuang sekuat tenaga untuk merancang teknologi pengobatan TBC tulang melalui laser yang di tembakkan. Dibantu beberapa expertise dari beberapa kolega Bu Rika sebagai dokter dan peneliti. Setelah beberapa hari mereka belum juga menghasilkan suatu teknologi pengobatan yang canggih hingga akhirnya pada hari ke 17 dari sakitnya Bapak Kepala Sekolah, beliau meninggal dunia..
Kepergian Pak Kepala Sekolah cukup memukul perasaan seluruh civitas akademika SMK Hayati. Pagi itu begitu hening, suasana sedih masih begitu pekat membalut sekolah, bunga-bunga ucapan bela sungkawa dari berbagai pihak baik instansi maupun pribadi bertumpuk di halaman sekolah, begitu banyak orang yang kehilangan sosoknya yang ramah, jenius, santun dan senantiasa berbudi pekerti baik. Seakan tiada yang dapat menggantikan sosok seindah beliau. Dalam benak para siswa, mereka masih merasakan betapa Bapak begitu bijaksana, penuh wibawa dan kharisma, senantiasa menebar senyuman yang mampu mengubah kehidupan dunia seakan tanpa beban untuk dijalani.
Yazid melangkah menuju tengah lapangan, seakan ia sedang merasakan kehadiran Bapak Kepala yang sedang memimpin upacara bendera Hari Senin terakhir menjelang kepergian beliau.
“anak-anakku, hidup bukanlah hanya sekedar belajar di kelas dan berorganisasi serta bercengkrama dengan sanak family, guru, maupun teman sepergaulan. Kehidupan ini berjalan karena kita harus menyadari bahwa setiap yang berawal maka ia akan berakhir. Maka hendaklah kita senantiasa memanfaatkan diri kita bagi kehidupan kita kelak, kehidupan dimana tak lagi berguna semua yang kita kumpulkan hari ini hingga penutupan usia kita, kehidupan dimana hanya kita dan Alloh saja. Pada hari itu, tak kan ada pembatas antara kita dengan-Nya.
Kemanfaatan diri kita bergantung pada seberapa kuat tekad kita untuk menggapai ridho-Nya. Semakin kita menguatkan diri untuk berusaha menjadi orang yang benar-benar bermanfaat, maka Alloh akan menurunkan kepada kita ujian seberapa kuat niat kita itu. Andai kekuatan niat itu hanya isapan jempol belaka, niscaya ia akan berhenti tepat ketika ia mengalami hal yang tak mengenakan. Begitu juga jika sebaliknya, di saat niat kita begitu kuat terhujam dalam hati dan murni, maka sekuat apapun badai cobaan yang menghantam, sehebat apapun hantaman angin godaan yang dirasakan, sedalam apapun jurang kepedihan yang harus dilalui, ia akan tetap menatap jauh dan terus melangkah dengan penuh keyakinan menuju ridho-Nya. Perjalanan untuk menjadi manusia yang betul-betul bermanfaat bukalnah hal yang gampang, ia begitu banyak memiliki jurang-jurang kepedihan dan lautan rintangan. Namun semua itu tak harus menjadi suatu hal yang mustahil dilalui, karena apa yang harus kita yakini adalah, setiap apa yang menjadi hak dan kewajiban Alloh terhadap kita, tak perlu lantas kita yang memikirkannya. Biarlah kita urus saja kewaiban kita terhadap-Nya, tanpa perlu pusing memikirkan hak-hak kita dari-Nya. Itu yang dinamakan keikhlasan.
Kehidupan ini hanyalah sekejap, meski takkan ada yang tahu kapan berkahirnya kecuali Dia semata. Berkahirnya kehidupan kita di dunia ini bukanlah akhir dari segalanya, juga bukan awal dari segalanya. Karena awal dari segalanya bagi makhluq adalah ketiadaan, begitu juga akhir darinya, ia adalah ketiadaan. Karena keberadaan yang hakiki hanyalah keberadaan Alloh semata. Camkanlah itu anak-anak ku.
Tentunya perlu kalian sadari, bahwa kehidupan ini adalah pilihan-pilihan, pilihan antara menjadi baik ataupun menjadi buruk, sholeh atau durjana, itu yang disebut dengan takdir.”
Kepergian Pak Kepala Sekolah cukup memukul perasaan seluruh civitas akademika SMK Hayati. Pagi itu begitu hening, suasana sedih masih begitu pekat membalut sekolah, bunga-bunga ucapan bela sungkawa dari berbagai pihak baik instansi maupun pribadi bertumpuk di halaman sekolah, begitu banyak orang yang kehilangan sosoknya yang ramah, jenius, santun dan senantiasa berbudi pekerti baik. Seakan tiada yang dapat menggantikan sosok seindah beliau. Dalam benak para siswa, mereka masih merasakan betapa Bapak begitu bijaksana, penuh wibawa dan kharisma, senantiasa menebar senyuman yang mampu mengubah kehidupan dunia seakan tanpa beban untuk dijalani.
Yazid melangkah menuju tengah lapangan, seakan ia sedang merasakan kehadiran Bapak Kepala yang sedang memimpin upacara bendera Hari Senin terakhir menjelang kepergian beliau.
“anak-anakku, hidup bukanlah hanya sekedar belajar di kelas dan berorganisasi serta bercengkrama dengan sanak family, guru, maupun teman sepergaulan. Kehidupan ini berjalan karena kita harus menyadari bahwa setiap yang berawal maka ia akan berakhir. Maka hendaklah kita senantiasa memanfaatkan diri kita bagi kehidupan kita kelak, kehidupan dimana tak lagi berguna semua yang kita kumpulkan hari ini hingga penutupan usia kita, kehidupan dimana hanya kita dan Alloh saja. Pada hari itu, tak kan ada pembatas antara kita dengan-Nya.
Kemanfaatan diri kita bergantung pada seberapa kuat tekad kita untuk menggapai ridho-Nya. Semakin kita menguatkan diri untuk berusaha menjadi orang yang benar-benar bermanfaat, maka Alloh akan menurunkan kepada kita ujian seberapa kuat niat kita itu. Andai kekuatan niat itu hanya isapan jempol belaka, niscaya ia akan berhenti tepat ketika ia mengalami hal yang tak mengenakan. Begitu juga jika sebaliknya, di saat niat kita begitu kuat terhujam dalam hati dan murni, maka sekuat apapun badai cobaan yang menghantam, sehebat apapun hantaman angin godaan yang dirasakan, sedalam apapun jurang kepedihan yang harus dilalui, ia akan tetap menatap jauh dan terus melangkah dengan penuh keyakinan menuju ridho-Nya. Perjalanan untuk menjadi manusia yang betul-betul bermanfaat bukalnah hal yang gampang, ia begitu banyak memiliki jurang-jurang kepedihan dan lautan rintangan. Namun semua itu tak harus menjadi suatu hal yang mustahil dilalui, karena apa yang harus kita yakini adalah, setiap apa yang menjadi hak dan kewajiban Alloh terhadap kita, tak perlu lantas kita yang memikirkannya. Biarlah kita urus saja kewaiban kita terhadap-Nya, tanpa perlu pusing memikirkan hak-hak kita dari-Nya. Itu yang dinamakan keikhlasan.
Kehidupan ini hanyalah sekejap, meski takkan ada yang tahu kapan berkahirnya kecuali Dia semata. Berkahirnya kehidupan kita di dunia ini bukanlah akhir dari segalanya, juga bukan awal dari segalanya. Karena awal dari segalanya bagi makhluq adalah ketiadaan, begitu juga akhir darinya, ia adalah ketiadaan. Karena keberadaan yang hakiki hanyalah keberadaan Alloh semata. Camkanlah itu anak-anak ku.
Tentunya perlu kalian sadari, bahwa kehidupan ini adalah pilihan-pilihan, pilihan antara menjadi baik ataupun menjadi buruk, sholeh atau durjana, itu yang disebut dengan takdir.”
