SEMAPUT DALAM DIRI #10

Rudi langsung tertunduk, mukanya memerah. Kemudian bangkit dengan kemarahan. “baik, memang pada hari itu aku tidak hadir ke sekolah karena ada hal penting yang harus dilakukan, memang aku menyukai korban dan ternyata ditolak, dan memang aku kesal dengan kemenanganmu menjadi ketua lab! Tapi bukan aku pelakunya!” teriaknya.
Dengan tenang Tomoko menjawab, “memang bukan Anda, Saudara Rudi. Saya kira saudara Rudi mempresentasikan hal ini pun dalam keadaan, maaf, terhipnotis.”
Semua mata yang tertuju pada Rudi langsung menatap Tomoko dengan serempak. Semua terheran-heran. Semua bertanya dalam hati “siapa jika bukan Rudi?!”
“lantas siapa?!” seorang asisten Rudi, Dendi, bertanya terheran-heran.
“pelakunya adalah….” Tomoko berhenti sejenak dan menatap setiap orang. Semua menegang dengan jeda yang berikan Tomoko, menanti kelanjutan kalimat yang akan terlontar dari mulutnya. Berharap sebuah nama disuguhkan oleh sang Tomoko Hanada.
“Anda…” Tomoko menunjuk seseorang disebelah Rudi. “Saudara Indra, anda lah pelakunya!” tegas Tomoko. Sontak seluruh mata tertuju pada Indra. Indra tergagap dan wajahnya memerah.
Ia tersenyum, dan dengan tenang bertanya pada tomoko, “any evidence to prove those all clear?”
“kesetiakawananmu dimanfaatkan pelaku yang merupakan otak dari kejadian ini. Dia tahu bahwa Anda sangat setia kawan pada teman-teman Anda, termasuk pada Rudi yang pernah jatuh hati pada Hikma namun nyatanya ditolak. Anda yang menjadikan ruangan Lab begitu berantakan, memecahkan beberapa peralatan sebagai alibi agar nampak telah terjadi semacam perampokan atau apapun, menaruh plutonium di dekat brankas sesuai intruksi dari pelaku yang merupakan otak dari kejadian ini, padahal hanya 5 orang saja yang saya beritahu kode berangkas ini. Salah satunya adalah Anda, dan memberitahukannya pada Hikma setelah settingan selesai.” Jawab Tomoko datar.
“siapa saja yang kau beri tahu kode itu?” timpal Rudi yang merasa tidak percaya dengan paparan Tomoko.
“Anda, Saudara Rudi, kemudian Indra, Hikma, Pak Kepala Sekolah dan Guru Pembimbing Lab kita.” Jawab Tomoko datar.
“bukankah masih ada kemungkinan Rudi pun melakukannya?” sergah Indra yang mulai terpojokkan. “Bukankah dia lebih berpotensi melakukan hal itu? Maksud saya bahwa Rudi yang merasakan hal-hal yang Anda sebutkan tadi.” Indra menjelaskan kalimatnya.
“itu tidak mungkin, pada saat kejadian Rudi tidak ada. Di samping itu, setelah Anda memberitahu Hikma bahwa lab dalam keadaan berantakan, Anda pergi begitu saja karena takut ledakan yang mungkin terjadi dapat melukai Anda. Bila kau tak tahu tentang ledakan itu, tentunya bukan sekedar memberitahu Hikma, tapi segera membereskan lab tanpa perlu memberitahu Hikma sekalipun” Timpal Tomoko.
Akhirnya Indra pun mengakuinya, “baiklah. Aku mengakuinya, memang aku yang menyimpan reaktan itu. Tapi…” belum juga dia menyelesaikan kalimatnya, Tomoko memotong pembicaraannya.
“tapi sayangnya bukan dia yang kita cari, namun dalang dari kejadian ini. Dan dia adalah, Anda, Pak Kepala Sekolah.” Tegas Tomoko pada kepala sekolah dengan tatapan tajam.
Sontak seluruh peserta terkejut dengan apa yang dilontarkan Tomoko. Ruangan menjadi sedikit ramai.
“sudahlah, saya harap drama ini sudah berakhir. Pada semua guru, saya harap sudahi acting anda sekalian. Semuanya telah saya ketahui bahwa dari awal sampai hari ini adalah drama belaka. Sebuah scenario yang diciptakan oleh Bapak Kepala Sekolah yang bekerjasama dengan berbagai pihak. Semua telah terencana begitu matang.” Jelas Tomoko.
“apa maksudmu?! Beraninya kau mengatakan hal itu pada Pak Kepala!!!” sergah Yazid.
“maaf Yazid, tapi itulah kenyataannya. Semua ini hanyalah teka-teki yang diciptakan professor kita untuk menguji kita selaku kepala sekolah yang ingin mengetahui perkembangan kita, yang ingin mengetahui hasil belajar kita.” Jelas Tomoko datar dengan tatapan tetap pada kepala sekolah.
“bila demikian, sejak kapan kau menyadarinya? Dan jelaskan padaku evidences-nya…” Pak Kepala Sekolah bertanya dengan tenang. Nampak Pak Doni tersenyum setelah Pak Kepala meminta penjelasan pada Tomoko. Guru-guru pun kemudian diam, sebagian ada yang berdiskusi dalam bisikan, sebagian lain ada yang tersenyum-senyum yang disertai gelengan ketidakpercayaan.
“baik. Yang menjadi dasar pertama saya adalah, dalam penyelidikan kasus ini, hanya beberapa guru yang diperbantukan bagi siswa. Kedua, tiga hari sebelum kejadian, kami telah Anda ajari tentang radioaktifiatas, padahal bila melihat susunan buku, materi tersebut seharusnya disampaikan mungkin bulan depan. Ketiga, Anda memberikan tugas tambahan pada Rudi untuk menyelesaikan soal ujian bagi seorang sarjana, meski saya akui bahwa Rudi adalah yang paling mampu di bidang radioaktifitas, tapi tak semestinya menerima soal seperti itu. Keempat, tidak ada seorangpun yang dapat membuat unsur atau senyawa yang dapat memicu percepatan dengan kecepatan tersebut, disamping itu tak ada yang dapat membuat ledakan seperti itu, dengan ukuran ledakan yang terukur kecuali Anda, Pak Profesor. Kelima, dibawanya Hikma ke rumah sakit hanyalah alibi, buktinya setelah ambulan tersebut keluar gerbang, siswa tidak diizinkan melihat mengiringkan ambulan tersebut hingga tak nampak, trik ini dilakukan agar kami tak mengetahui bahwa ambulan tersebut berbelok dan memasukan Hikma yang telah pingsan ke ruang Bu Eka lewat belakang. Hal ini diketahui setelah saya mencari botol obat antibiotic di disposave box yang ternyata tak ditemukan, yang ada hanyalah sedative untuk menjadikan Hikma pingsan dan tak menyadari bahwa ia tak dibawa ke rumah sakit, melainkan ruang Bu Eka yang memang telah disetting seperti kamar di rumah sakit. Apa itu cukup?” Tomoko bertanya setelah menyelesaikan paparannya panjang lebar.
“penjelasan yang baik. Tapi apakah kamu tahu jika plutonium masuk ke dalam tubuh seseorang, maka akan terjadi penyerapan pada tulang dan akan terkumpul di jaringan liver yang tentunya ini membahayakan muridku sendiri?” tanya kepala sekolah.
“ya, memang. Namun ternyata Anda telah memperhitungkan segalanya. Ini terbukti dengan telah berubahnya plutonium tersebut menjadi timbal yang stabil sehingga mengurangi resiko tersebut. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh siapapun kecuali anda yang benar-benar menguasai kimia.” Jawab Tomoko.
“Tomoko, apa itu tidak terlalu jauh menuduh Pak Kepala Sekolah seperti itu?” timpal Yazid.
“tidak, kebenaran harus terkuak saat ini juga, agar Pak Kepala tak merasa gagal dalam mengajar kita.” Jawab Tomoko. “lihatlah, para guru tersenyum. Mereka tahu ini telah berakhir. Semua guru bekerjasama satu dengan yang lainnya, agar suasana mendukung. Bahkan Pak Kepala mendatangkan Pak Doni, ini adalah bagian dari skenarionya agar nampak bahwa kasus ini sangat rumit padahal sederhana saja.” Tomoko datar.
“satu hal yang belum terjawab, sejak kapan kau menyadarinya?” tanya professor dengan diiringi senyum.
“setelah penelitian yang dibantu Yazid dan Oryn tiga hari sebelum ini dilaksanakan.” Jawab Tomoko.
“Pak, boleh saya bertanya?” Oryn angkat bicara.
“boleh, silahkan…” pak professor dengan tersenyum.
“mengapa mesti Hikma yang dijadikan kelinci percobaan?! Apa bapak tidak kasihan ke dia?!” Oryn merasa tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh professor.
“Oryn, anakku. Apakah kau ikut menuduhku juga?” pak professor berbalik tanya.
“maaf… tapi bukti-bukti tadi sudah cukup bagi saya menunjukkan bahwa otak dari semua ini adalah Anda.” Oryn hampir menangis.
“anakku, memang semua ini aku yang melakukan. Namun semua ini atas izin dari orang tua kalian, silahkan kalian bertanya pada mereka. Tak mungkin saya melakukan hal seperti ini tanpa izin terlebih dahulu dari orang tua kalian. Sejak dua tahun yang lalu, saya telah merancang berbagai ujian untuk mengetahui perkembangan kalian. Termasuk membeli brankas tipis itu, hal itu saya lakukan untuk mempermudah ledakan.” Paparnya.
“apakah Bapak terpikir bagaimana jika metal dari brankas itu mengenai bagian lain dari tubuh Hikma sehingga membahayakan nyawanya?” sergah Yazid.
“ya, saya telah perhitungkan hal itu. Oleh karena itu saya rekatkan beberapa lapis selotip khusus yang dapat meredam daya ledak. Bukankah Tomoko pun telah membahasnya tadi?” professor.
“tapi kenapa mesti Hikma yang menjadi korban?!” serbu Oryn.
“karena hanya tubuh Hikma yang dapat menerima timbal dengan baik tanpa ada penyerapan apapun di darah, tulang maupun penumpukan di hatinya. Dengan kata lain, hanya tubuh Hikma yang mempunyai kelebihan itu. Di samping itu, pancaran sinar alfa yang terjadi saat ledakan, akan memperbaiki jaringan dalamnya. Sebenarnya dia mengidap penyakit dalam aliran darahnya. Dengan bantuan sinar alfa yang terpancar, yang sebelumnya telah disesuaikan dengan kebutuhan, diharapkan dia akan semakin lebih baik. Coba lihat saja perkembangannya 3-4 minggu ke depan. Mudah-mudahan ia akan lebih sehat.” Papar kepala sekolah.
Oryn menangis setelah mendengar penjelasan dari kepala sekolah. Mungkin dia merasa sedih karena tak memahami mengapa harus dengan cara ledakan seperti itu untuk terapi Hikma. Dia berpikir mungkin ada cara lain yang sekiranya lebih “etis” dilakukan untuk menjalankan terapi. Ia pun keluar ruangan disertai isak tangisnya. “biarkan.” Kata kepala sekolah kepada Yazid yang hendak mengejarnya. “hal itu adalah proses penerimaan secara psikis, setelah mengerti ia akan menyadari apa yang telah saya lakukan.” Lanjutnya.
“oke, semuanya telah clear kan?!” Pa Doni angkat bicara.
“ya sudah, semua telah usai…” timpal seorang guru.
“belum!” kata Yazid setengah berteriak pada para peserta.
“apa lagi?!” serempak para guru bertanya.
“merayakan keberhasilan Tomoko!” pekiknya.
Semua tertawa. Suasana tegang kini berganti ramai, penuh suka cita. Tomoko menangis bahagia. Semua guru menyalaminya. Satu persatu, memberikan selamat atas keberhasil Tomoko mengungkap kasus ini. Mendengar keramaian di ruang tersebut, para siswa tertarik untuk melihat apa yang terjadi.
“baiklah, untuk acara selanjutnya, mari kita menuju aula!” seru Pak Doni setelah mendapat bisikan dari pak kepala sekolah.
Akhirnya seorang guru membuka pintu ruangan dan menyuruh seluruh siswa untuk berkumpul di aula untuk melaksanakan upacara khusus penyematan penghargaan bagi Tomoko, Yazid dan Oryn yang telah berhasil memecahkan teka-teki dari kepala sekolah.
Ruangan forum telah sepi. Hanya ada Tomoko, Yazid, Rudi, Indra, Dendi dan pak kepala sekolah. Semua guru telah pergi ke ruang aula.
Kini, dihadapan Tomoko, seorang siswa tampan yang pintar di bidang radioaktifitas berdiri dengan air mata yang terbendung. Entah senyum atau tangisan yang harus muncul, seakan akan dia bingung memilih mana yang harus ia tampakkan di hadapan Tomoko, yang jelas rasa kagum dan bangga yang tak terhingga memenuhi rongga dadanya. Perlahan dia mengulurkan tangan kanannya yang gemetar, mungkin karena terlalu bahagia hingga tubuhnya pun tak dapat menahan getaran kebahagiaan itu.
“aku sungguh tak menyangka, memiliki teman sepertimu. Sebelum ini terjadi, kau ku anggap musuhku. Namun di sisi lain kau selalu menganggapku teman meski kau sadari bahwa aku cenderung membencimu karena aku kau kalahkan dalam pemilihan ketua waktu itu. Maaf atas kesalahnku, terima kasih telah memberiku suatu pembelajaran yang tak terhingga…” Air matanya menetes, kalimatnya tak sanggup ia lanjutkan karena tangisan yang tak tertahan lagi.
“sudahlah… mungkin memang mesti seperti ini dulu. Setidaknya aku jadi memahami bahwa kau romantis juga…” Tomoko pun berusaha membendung air matanya dengan sedikit berguyon, namun gagal. Air matanya masih saja menetes. Hanya ia masih dapat memperlihatkan senyum yang dipaksakan bersama dengan tangis yang menyembul dari wajah cantiknya.
Yazid, Indra, Dendi dan pak kepala sekolah hanya tersenyum bercampur haru. Suasana begitu membiru. Setiap mereka merasakan hal yang tak mereka mengerti. Kebahagiaan yang tak terungkapkan. Keharuan yang tak terdefinisikan. Hening. Menikmati perasaan masing-masing. Setelah beberapa saat, semuanya pergi ke aula.
***
bersambung...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel