SEMAPUT DALAM DIRI #8

Sementara Yazid, Oryn dan Tomoko sibuk dengan penelitian mereka, Ali lebih giat berlatih melantunkan ayat-ayat al-qur’an dengan nada-nada gaya baru nan indah dan memperbanyak hafalannya sebagai persiapan untuk mengikuti lomba tingkat nasional di Bogor yang akan tiba tak lama lagi. Ia dibimbing oleh seorang kiayi ahli qiro’at yang merupakan kakak Erna.
“Kang, gimana kabarnya Erna sekarang?” tanya Ali ke gurunya setelah selesai latihan.
“Alhamdulillah, dia sudah siuman dan boleh rawat jalan.” Jawabnya.
“Alhamdulillah, sejak kapan dia pulang Kang?” tanya Ali.
“kalo gak salah dua hari yang lalu.” Tukasnya.
“bukannya dua hari yang lalu saya jenguk masih ada, Kang?” Ali heran.
“dia pulang malam. O iya, katanya kamu sering jenguk Erna ya?” tanya sang ustadz dengan diikuti senyum.
“iya Kang, saya khawatir dengan keadaannya. Apalagi pas dia kejang-kejang di sekolah.” Jelas Ali.
“yaa… memang dia mengidap epilepsy sejak lama. Dia rutin memakai obat untuk menghilangkan efek penyakit tersebut. Tapi ternyata kumat lagi, bahkan lebih parah.” Paparnya
“emang sejak kapan, Kang?” Ali penasaran.
“kalo gak salah, gejalanya itu muncul waktu dia berusia 10 tahun.” Jawabnya.
“oh gitu…” Ali. “o iya Kang, boleh saya ketemu beliau sekrang?” tanyanya.
“boleh, tuh di dalem, entar aku panggilin.” Sang ustadz pun pergi memasuki ruang keluarga dan kemudian ke kamar Erna.
“Ali ingin menemuimu.” Kata sang ustadz kepada Erna.
“iya, aku ke sana.” Jawab Erna agak malas.
Erna keluar. “Assalamu’alaikum…”
“waalaikumsalam…” Ali tergagap. “Alhamdulillah…” lanjutnya.
“orang sakit kok dikatain “Alhamdulillah”?” Erna mencoba bercana.
Ali: “yaaa…maksudku Alhamdulillah sekarang mbok Erna udah baikan, gt lho”
Erna: “hmm…” diikuti anggukan kepala. “ada apa nih? Latihan lagi sama abangku?”
Ali: “iya, persiapan buat lomba”
Erna: “tingkat nasional di Bogor kan?” timpalnya tanpa ekspresi sebelum Ali menyelesaikan kalimatnya.
Ali: “iya…emmm… besok mau sekolah?” Ali mencari topik.
Erna: “insya Alloh”
Ali kehabisan bahan pembicaraan, akhirnya denting jam dinding yang mewakili percakapan batin mereka di ruang itu.
“Ehm...” tiba-tiba suara deheman kakak Erna mengagetkan kedua anak yang membatu itu.
“eh, silahkan dinikmati hidangannya..” Erna secara spontan mempersilahkan Ali. Ali tersenyum.
“kayaknya aku harus pulang dulu, tapi Akang mana ya? Aku mau pamit.”
“Kang!” Erna memperkeras suaranya memanggil kakaknya.
Sang ustadz pun keluar mendekati kedua remaja itu, “kenapa?” tanyanya.
“saya mau pamit, Kang.” Kata Ali.
“oooh… ya udah, nanti hari ahad kita latihan nada baru. Bisa?”
“insya Alloh, Kang.” Ali.
Ali pun bertolak menuju rumahnnya.
***
bersambung...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel